Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gagal SNBP Bukan karena Nilai, tapi karena Guru Lalai: Ironi Pendidikan Indonesia

Gambar oleh Dragon Claws. diunduh melalui istockphoto.com

Penulis: Meilani Fara Atika (Sekretaris Umum PK IMM Al-Farabi)


Pendidikan merupakan pondasi utama dalam mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas (Aulia et al., 2024). Dalam prosesnya, guru memegang peranan yang sangat krusial sebagai ujung tombak pendidikan. Mereka tidak hanya bertugas menyampaikan materi pembelajaran, tetapi juga bertanggungjawab dalam membentuk karakter dan memotivasi siswa sehingga dapat berkembang dengan optimal (Putri et al., 2024). 

Guru berperan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga siswa memperoleh hak pendidikan secara penuh. Dengan profesionalisme guru yang tinggi, kualitas pembelajaran dapat meningkat yang pada akhirnya berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa seorang guru harus memiliki empat kompetensi utama yaitu pedagogic, profesional, sosial, dan kepribadian (Risdiany, 2021). Kompetensi pedagogic berkaitan dengan kemampuan dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. 

Kompetensi profesional mencakup penguasaan materi dan keterampilan mengelola administrasi akademik. Kompetensi sosial mengacu pada kemampuan guru dalam berinteraksi dengan siswa, orang tua, serta sesama tenaga pendidik. Sementara itu, kompetensi kepribadian mencerminkan sikap disiplin dan bertanggungjawab dalam menjalankan tugas pendidik dengan profesional.

Di Indonesia, kualitas guru masih menjadi isu yang terus diperbincangkan seiring dengan berbagai tantangan dalam dunia pendidikan. Permasalahan yang muncul tidak hanya terkait dengan efektivitas pembelajaran dalam kelas, tetapi juga mencerminkan kurangnya profesionalisme guru dalam mengelola administrasi akademik dengan baik. 

Salah satu kasus yang mencuat pada awal tahun 2025 adalah tidak terinputnya nilai siswa dalam sistem Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) untuk Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) yang menyebabkan banyak siswa kehilangan kesempatan untuk mengikuti jalur seleksi tersebut.

Dilansir dari detikcom, banyaknya keluhan mengenai gagalnya siswa dalam mengikuti SNBP, mencerminkan lemahnya pengelolaan akademik di sekolah. Sebanyak 141 murid di SMAN 4 Karawang terancam tidak bisa mengikuti SNBP dikarenakan pihak sekolah belum merampungkan pengisian PDSS. 

Di sini siswa bukanlah pihak yang bersalah, melainkan guru atau pihak sekolah yang lalai dalam menginput nilai dengan benar dan tepat waktu. Akibatnya, para siswa harus mencari jalur lain seperti Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) yang mana lebih kompetitif.

Kesalahan ini umumnya disebabkan oleh kurangnya pelatihan bagi guru dalam menggunakan sistem digital administrasi akademik. Banyak guru yang masih gagap teknologi sehingga tidak mampu mengoperasikan sistem PDSS dengan benar. Minimnya sosialisasi dan monitoring dari pihak sekolah semakin memperburuk kondisi ini. 

Selain itu, kurangnya inisiatif guru dalam mempelajari sistem turut menjadi faktor utama. Akibatnya, pengisian data akademik tidak dapat dilakukan secara optimal yang berujung pada hilangnya hak siswa untuk mengikuti SNBP. Tanpa perbaikan yang signifikan, permasalahan ini akan terus berulang.

Sekolah seharusnya memiliki sistem pengawasan ketat untuk memastikan seluruh data akademik siswa diinput dengan benar dan tepat waktu. Namun, banyak sekolah tidak memiliki mekanisme kontrol yang efektif. Tidak adanya pengecekan berlapis menyebabkan kelalaian guru dalam penginputan data sering kali baru terdeteksi setelah waktu berakhir. 

Beberapa sekolah bahkan tidak memiliki tim khusus yang bertugas mengawasi administrasi akademik, sehingga tanggung jawab ini beralih ke guru. Padahal beban kerja guru sudah tinggi, sehingga mereka kesulitan membagi waktu untuk menangani tugas administrasi dengan optimal.

Untuk mencegah kasus serupa terulang di masa mendatang, pemerintah dan pihak sekolah harus segera melakukan perbaikan yang terstruktur. Pelatihan wajib bagi guru terutama tim administrasi harus dilakukan agar mereka memahami cara kerja PDSS dengan baik. Pelatihan ini harus mencakup simulasi langsung dalam penginputan nilai sehingga guru memiliki pengalaman praktis sebelum menggunakan sistem. 

Dengan demikian, kesalahan teknis akibat kurangnya pemahaman dapat diminimalisir. Selain itu, evaluasi berkala terhadap keterampilan guru dalam administrasi akademik juga diperlukan untuk memastikan sistem berjalan lebih efektif.

Selain itu, sekolah perlu membentuk tim khusus yang bertanggung jawab atas penginputan dan verifikasi data akademik siswa. Langkah ini penting agar beban administrasi guru tidak bertambah, sehingga mereka dapat lebih fokus pada tugas utamanya yaitu mengajar dan membimbing siswa. 

Tim ini nantinya akan memastikan proses administrasi berjalan lebih efektif dalam melakukan pengecekan ganda sebelum batas waktu pengisian berakhir. Dengan adanya sistem verifikasi yang ketat, kesalahan dalam penginputan data dapat ditekan, sehingga hak siswa untuk mengikuti seleksi ini dapat berjalan dengan lancar.

Langkah-langkah tersebut harus segera diterapkan agar masalah ini dapat ditangani dengan efektif. Jika kelalaian administrasi dalam pengisian PDSS terus terjadi, semakin banyak siswa yang kehilangan kesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Padahal kesalahan teknis ini bisa dicegah dengan sistem yang lebih tertata dan pengawasan ketat.

Oleh karena itu, sekolah harus meningkatkan profesionalisme dalam administrasi akademik agar setiap siswa mendapatkan haknya secara adil tanpa terkendala oleh kelalaian yang tidak seharusnya terjadi.


Editor: Belly Ubaidila

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA