Sepucuk Surat Refleksi Kemerdekaan Ke-79
Gambar oleh Irgi Nur Fadil, diunduh melalui Pexels.com |
Penulis: Iskandar Dzulkarnain (Kader PK IMM KUF)
Berkibarlah bendera negeriku…
Berkibarlah engkau di dadaku…
Tunjukkanlah kepada dunia…
Semangatmu yang panas membara..
“79 tahun kita merdeka namun kita masih gini-gini saja. Korupsi, nepotisme, pendidikan ambruk, kemiskinan, pengangguran, ketidakadilan hukum, masih melekat dalam tubuh negeri ini” ucap seorang yang sudah lelah melihat kondisi negeri ini. Dan ya, benar sekali. Tidak ada yang tidak setuju dengan perkataan seorang teman itu. Semua sepakat dan memang begitu realitanya.
Namun, bukankah Amerika membutuhkan 150 tahun untuk menjadi negara adikuasa. Itupun masih melewati banyak krisis dan paceklik dalam semua aspek. Perang Vietnam (1955-1975), Perang Saudara (1861-1865), Perang Dunia I dan II, Depresi Besar (1930) dan banyak peristiwa lainnya yang dihadapi Amerika hingga menjadi pemimpin global.
Negeri ini mungkin hanya masih berada di jalan yang menanjak dan berkelok-kelok bak angka delapan. Kemenangan, kejayaan, dan kemudahan mungkin masih beberapa kilometer lagi di depan kita, bak perkataan seorang teman ketika muncak “5 menit lagi puncak”. Kalimat itu juga mungkin terdengar halnya ucapan Sasuke kepada Naruto “Kau masih saja naif, Naruto”.
Namun, halnya juga Naruto yang yakin bisa menciptakan kedamaian dunia Sinobi. Penulis juga yakin bahwa suatu saat nanti Indonesia akan menjadi kado istimewa sebagaimana yang telah dicita-citakan kita semua.
Refleksi Perjalanan 79 Tahun
Nusantara Baru Indonesia Maju. Itulah tema yang diusung pada Hari Ulang Tahun ke-79 Kemerdekaan Indonesia. FYI, tema itu diangkat salah satunya karena bersamaan dengan penyambutan Ibu Kota baru Indonesia di Nusantara (Qothrunnada, t.t.).
Menurut penulis, hari ulang tahun merupakan momen yang tepat untuk merefleksikan dan mengevaluasi diri atas apa yang telah diupayakan dan diusahakan. Ini berlaku untuk setiap tingkatan, baik individu, organisasi, terlebih lagi setingkat pemerintahan. Karena umur panjang bukanlah tentang angka yang semakin bertambah. Sebaliknya, bagaimana kita mengisi angka-angka itu dengan hal-hal yang bermanfaat dan penuh arti.
Dalam konteks Indonesia, hal urgen yang harus dievaluasi kembali dengan sangat ialah sektor pendidikan. Sistem pendidikan, kurikulum, literasi peserta didik, standarisasi nilai, standarisasi kelulusan, fasilitas pendidikan, pemerataan pendidikan dan semua hal yang berkaitan dengan pendidikan.
Saya yakin bahwa semua permasalahan yang kompleks di negeri ini mampu dijawab dengan satu solusi, Reformasi Pendidikan Nasional. Pendidikan haruslah dipandang sebagai investasi besar, lebih-lebih untuk mencapai target Indonesia Emas 2045.
Sejarah telah membuktikan bagaimana Jepang bangkit dari kekalahan setelah luluh lantak oleh little boy (bom atom) pada perang dunia kedua. Kaisar Hirohito memerintahkan untuk mengumpulkan guru-guru yang tersisa di seluruh pelosok Jepang. Kemudian Jepang membentuk Dewan Reformasi Pendidikan (Kyouiku Sasshin Iinkai) yang menyusun undang-undang terkait pendidikan (Zulfikar, t.t.)
Tidak membutuhkan waktu yang lama, pendidikan Jepang tumbuh pesat. Setelah dua dekade Jepang berhasil menduduki peringkat kedua pada bidang matematika (Zulfikar, t.t.). Yang membuat Jepang menjadi perhatian Internasional karena pertumbuhan yang sangat cepat. Hingga kini Jepang menempati 10 besar dengan pendidikan terbaik di dunia (Education Data Base, t.t.)
Teringat dengan perkataan Imam Syafi’i “Barang siapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan akhirat hendaklah dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya hendaklah juga dengan ilmu”.
Peran Kaum Muda
Kita semua ingat perkataan Sang Proklamator Ir. Soekarno “Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia." Tentu perkataan beliau tidak hanya omong kosong ataupun angan-angan belaka. Karena memang begitulah pengaruh kaum muda.
Sejarah telah membuktikan bagaimana kaum muda menorehkan segala prestasi untuk bangsa Indonesia. Budi Oetomo (1908) yang merupakan organisasi pemuda pertama Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda yang menjadi manifesto persatuan bangsa Indonesia. Dan yang tak kalah terkenal peristiwa Reformasi 1998, tatkala para mahasiswa berhasil menggulingkan pemerintahan Orde Baru.
Lalu bagaimana dengan gerakan kaum muda sekarang? Mungkin kaum muda sekarang sudah lelah memikirkan nasib bangsa ini yang tak kunjung membaik. Atau sebaliknya, mereka memang tak memiliki kapasitas seperti senior-seniornya dahulu. Bahkan amit-amit jika hanya meratukan sejarah. Entah apapun itu alasannya gerakan demi gerakan tetap dibutuhkan. Inisiatif dan kreativitas yang menjadi ciri kaum muda sangat ditunggu oleh negeri ini.
Mengutip perkataan seorang teman mahasiswa Al-Azhar Cairo:
“Indonesia memang tidak sempurna, tapi ia layak tuk diperjuangkan”.
Sebagai penutup, betapa menakjubkannya menyaksikan seluruh lapisan masyarakat merayakan hari ulang tahun bangsa ini. Menetes air mata menyaksikan Sang Merah Putih berkibar di langit Indonesia. Terakhir.
GOD BLESS YOU INDONESIA
Editor: Etika Chandra Dewi