Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Muhammadiyah dan Teologi Kesejahteraan

Gambar oleh Andrey Popov, diunduh melalui iStock.com

Penulis: Audry Rahmawati (Kader PK IMM FEBI)


Muhammadiyah telah dikenal luas sebagai salah satu organisasi Islam yang berkarakter modernis. Sebagai Organisasi Islam,  Muhammadiyah menjadikan Al-Qur'an dan as-Sunnah al-Maqbulah sebagai sumber utama dalam praktiknya. Penafsiran Al-Qur'an diambil dari praksis dan diubah menjadi gerakan yang sesungguhnya.

Seiring berkembangnya zaman, penyakit yang menyerang umat Islam pun semakin beragam. Penyakit yang penulis kira serupa dengan penyakit yang menghinggapi Kauman pada kala K. H. Ahmad Dahlan berdakwah. Penyakit tersebut seperti bekunya Ijtihad dalam bidang fikih, merebaknya kesyirikan seperti fenomena "Cek Khodam" hingga mulai redupnya kepekaan umat atas tertindasnya kaum-kaum lemah.

Di dalam pemahaman surah al-Ma’un disebutkan bahwa, mereka yang mengabaikan anak yatim serta tidak berusaha dalam mengentaskan kemiskinan sebagai pendusta agama. Teologi ini berdasar pada Al-Qur’an yang telah diterjemahkan menjadi tiga pilar yaitu:

1. Healing atau pelayanan kesehatan

2. Schooling atau pendidikan

3. Feeding atau pelayanan sosial.

Beberapa pesan yang dapat diartikan dari surah al-Ma’un ini ialah, pertama yaitu orang yang tergolong sebagai pendusta agama adalah orang yang telah menelantarkan kaum dhu’afa.

Kedua, manusia dalam menjalankan kewajiban ibadah sholatnya juga harus diimbangi dengan mereka bersosialisasi. Apabila hanya mengerjakan ibadah wajib tetapi lupa dengan kegiatan sosialnya, maka ibadah tersebut dianggap tidak berfaedah. 

Ketiga, mampu mengerjakan amal saleh tetapi tidak boleh diiringi dengan sikap riya’. Keempat, banyak sekali orang yang bersikap egois dan tidak mau memberikan pertolongannya kepada orang lain, yang juga bisa disebut sedang mendustakan agamanya.

Terdapat empat pesan penting yang terkandung dalam surah al-Ma’un yang akan menjadi cita-cita sosial Muhammadiyah yaitu, Ukhuwah (persaudaraan), Hurriyah (kemerdekaan), Musawah (persamaan), ‘Adaalah (keadilan).

Dari surah al-Ma'un K.H Ahmad Dahlan telah menafsirkan dan membaginya menjadi 2 bentuk yaitu tafsir sosial dan tauhid sosial. Sedangkan penyebutan istilahnya telah berubah dari Teologi ke Fikih al-Maun. 

Hal ini didasarkan pada hasil Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 di Malang pada tahun 2010 dimana mandat Muktamar Muhammadiyah ke-45 yang mendesak Majelis Tarjih untuk menyusun Tafsir al-Ma'un disetujui dan disahkan. Pada tanggal 3 April 2010, hasil Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 di Malang kemudian memutuskan istilah tersebut berganti nama menjadi Fikih Al-Ma'un.

Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar, bertugas memberikan kontribusi solusi dengan mengembangkan penafsiran surah al-Ma'un menjadi doktrin teologis dan keadilan sosial (praksis). 

Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 secara umum memutuskan bahwa sistematika Fikih al-Ma'un terdapat dalam “Kerangka Amal al-Ma'un”, yang berwujud pemberdayaan dan pembentengan kesejahteraan yang bersifat material, etis, spiritual, sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Pemahaman terhadap surah al-Ma'un dipandang oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai senjata yang akan digunakan Muhammadiyah untuk mengabdi kepada bangsa Indonesia. karena gerakan sosial Tauhid al-Ma'un merupakan gerakan sosial kemasyarakatan yang berfokus pada penegakan cita-cita kemanusiaan. 

Bagi Muhammadiyah, gerakan kemanusiaan merupakan langkah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan salah satu cara untuk memenuhi panggilan sejarah untuk menyebarkan dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Hal ini telah menjadi misi gerakan ini sejak awal berdirinya dan menjadi tujuan historis gerakan ini sejak awal berdirinya hingga tahun-tahun awal kemerdekaan Indonesia. 

Sesuai dengan kepribadian, keyakinan, dan tujuan hidup, serta khittah perjuangannya sebagai titik tolak gerakan sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka peran tersebut diwujudkan dalam tindakan-tindakan strategis dan taktis. Gerakan tersebut dimaksudkan sebagai bentuk pengabdian dan pertanggungjawaban untuk mewujudkan “Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur.”


Editor: Etika Chandra Dewi

Redaksi IMM UINSA
Redaksi IMM UINSA Tim Redaksi RPK KOORKOM IMM UINSA