Mengenal Kuttab: Institusi Pendidikan Pertama dalam Dunia Muslim
Foto oleh Ahmet Polat, diunduh melalui pexels.com |
Penulis:
Fadhlur Rohman*
Jika ditanya
tentang institusi pendidikan Islam zaman sekarang di Indonesia, barangkali yang
terpikirkan dalam benak kita adalah Madrasah (Ibtida’iyah, Tsanawiyah, dan
‘Aliyah), sekolah berbasis Islam (SD Islam, SMP Islam, atau SMA Islam), Taman
Kanak-Kanak (TK) Islam, Pondok Pesantren, Pondok Tahfidzul Quran, Taman
Pendidikan Alquran (TPQ), dan Perguran Tinggi Islam (Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI), Intitut Agama Islam (IAI), dan Universitas Islam.
Namun jauh
sebelum mengenal istilah-istilah itu, umat muslim lebih mengenal kuttab
sebagai institusi yang berperan menyebarkan isi ajaran Islam. Kuttab
popular di era Islam klasik, dan lebih dulu dikenal sebelum istilah madrasah
yang sekarang kita kenal di era modern. Lantas apa itu Kuttab? dan
bagaimana sejarah Kuttab di berbagai masa kekhalifahan Islam?
Secara
etimologi, kata kuttab berasal dari Bahasa Arab. Akar kata kuttab
berasal dari tiga huruf dasar yakn: Kaf, Ta’, dan ba’ (ب, ت, ك).
Kata dasar dalam bentuk infinitifnya adalah kataba (كَتَبَ) yang artinya menulis. Dari akar kata kuttab (الكُتَّاب) menunjukkan makna tempat. Sehingga kuttab
secara etimologi dapat dimaknai sebagai “tempat menulis”.
Kuttab adalah lembaga pendidikan tradisional dalam dunia muslim yang
telah ada sejak awal sejarah Islam. Kuttab bisa dirujuk dalam Bahasa
Arab yang berarti tempat menulis, atau juga tempat belajar. Disebut juga tempat
belajar karena kegiatan menulis sangat identik dengan aktivitas belajar dan
peningatan keilmuan. Kuttab ini bertujuan untuk menyediakan pendidikan
dasar dalam membaca, menulis, dan mempelajari agama Islam.
Kuttab sebagai institusi pendidikan dapat ditelusuri kembali hingga pada
masa Nabi Muhammad Saw di Mekah dan Madinah di abad ke-7 M. Saat itu, Nabi
Muhammad Saw dan para sahabatnya sangat mementingkan pendidikan dan pengetahuan
terutama dalam mempelajari Alquran. Nabi Muhammad Saw mendirikan kuttab
pertama yang dinamakan “Suffah”. Di sana, para sahabat diajarkan membaca dan
memahami Alquran serta prinsip-prinsip ajaran Islam. Setelah era Nabi Muhammad
Saw, tradisi pendidikan di kuttab terus berkembang di seluruh dunia
muslim. Kuttab terus berkembang dari masa Khulafa’urrasyidin, Bani
Umayyah, dan di masa puncak perkembangan ilmu pengetahuan di era Bani
Abbasiyah.
Di masa
Khulafa’urrasyidin (632-661 M), lembaga kuttab tidak memiliki struktur
seperti di masa-masa setelahnya. Pendidikan dasar dilakukan dalam lingkungan
keluarga, dan tokoh-tokoh sahabat yang mendapatkan pengajaran langsung dari
Nabi Muhammad Saw. Walau pendidikan dasar pada anak-anak menjadi perhatian yang
penting, tidak ada institusi formal yang diorganisir oleh pemerintah.
Pendidikan
masih berfokus pada pengajaran Alquran dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
Alquran seperti hafalan, tafsir, dan qiraat (cara membaca). Selain itu materi
tambahan yang diajarkan adalah hadis-hadis Nabi Muhammad Saw yang dituturkan
oleh para sahabat yang masih hidup dan pernah bertemu dan berinteraksi langsung
dengan Nabi Muhammad Saw. Terkait proses pendidikan umumnya diadakan di
rumah-rumah para guru, ulama, atau di masjid-masjid.
Pada masa-masa
selanjutnya, yakni di masa kekuasaan Bani Umayyah (661-750 M), lembaga kuttab
mengalami perkembangan yang signifikan. Pendidikan di masa Bani Umayyah lebih
teroganisir dan terstruktur. Khalifah Abdul Malik bin Marwan memainkan peran
penting dalam mengembangkan sistem pendidikan formal dengan mendirikan banyak kuttab
di berbagai wilayah kekhalifahan.
Kuttab yang lebih besar dan dapat menampung lebih banyak siswa didirikan
di pusat-pusat perkotaan, dan pendidikan mulai diregulasi oleh pemerintah Bani
Umayyah. Kurikulum yang utama masih tetap diduduki oleh pembelajaran Alquran
(tafsir, qiraat, hafalan), namun pelajaran baru juga dimasukkan seperti
matematika, sastra, dan ilmu pengetahuan non keagamaan.
Lalu di masa Dinasti
Abbasiyah (750-1258 M) ini bisa kita sebut sebagai masa puncak kemajuan ilmu
pengetahuan dalam dunia muslim. Kemajuan itu yang nantinya sangat sulit
diimbangi di masa-masa selanjutnya. Di masa Abbasiyah secara umum pendidikan
menjadi lebih luas dan beragam dibanding masa-masa sebelumnya. Di samping kuttab,
pendidikan tingkat menengah dan tinggi juga berkembang pesat dengan pendirian
madrasah. Di madrasah ini dasar-dasar ilmu yang sebelumnya diajarkan di kuttab
dipelajari kembali secara lebih mandalam. Ilmu-ilmu yang diajarkan seperti ilmu-ilmu
keagamaan (Tafsir, Hadis, Fikih, Ushul Fiqh, Ilmu Kalam, dsb), filsafat, ilmu
alam, kedokteran, dan matematika.
Di masa
Abbasiyah ini lah yang melahirkan tokoh-tokoh ulama dan ilmuwan yang sangat berpengaruh hingga kini baik di
bidang keagamaan, maupun non keagamaan. Seperti di bidang fikih ada Imam Abu
Hanifah (699-767 M), Imam Malik bin Anas (711-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M),
dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M), di bidang filsafat dan sains ada
Al-Khawarizmi (780-850 M), Al-Kindi (801-875 M), Ibnu Sina (980-1037 M),
Al-Farabi (872-950 M), dan Ibnu Rusydi (1126-1198 M), serta tokoh filsuf, ahli
kalam dan sekaligus Sufi Al-Ghazali (1058-1111 M). Banyaknya tokoh-tokoh yang
lahir di era Abbasiyah menunjukkan betapa majunya dunia keilmuan Islam di era
itu.
Tentu pada
setiap masa ada berbagai jenis metode yang digunakan dalam kegiatan pengajaran
di Kuttab, namun umumnya Kuttab menggunakan pendekatan yang sederhana dan
terpusat pada pengajaran guru. Cara yang biasa digunakan dalam mengajarkan
pelajaran agama Islam adalah seperti pengajaran langsung, hafalan, diskusi dan
tanya jawab, mengamati dan meniru, serta latihan dan penugasan.
Pertama, Pengajaran Langsung. Guru memberikan pengajaran secara langsung
kepada murid-murid dalam
lingkungan yang lebih kecil, seperti rumah atau masjid. Penyampaiannya
dilakukan secara lisan dan demonstrasi dalam mengajarkan membaca, menulis, dan
memahami ajaran Islam. Misal dalam pengajaran qiraat Alquran, guru akan mendemonstrasikan
cara membaca Alquran, kemudian murid-murid menirukan sesuai dengan yang telah
dicontohkan oleh sang guru.
Kedua, Hafalan.
Menghafal adalah metode yang memegang peran penting dalam pendidikan Kuttab.
Anak-anak didorong untuk menghafal Alquran, hadis, dan doa-doa penting. Hafalan
dilakukan dengan pengulangan dan praktik yang berkelanjutan. Murid-murid akan
mengulang-ngulang ayat-ayat Alquran hingga mereka mengingatnya dengan baik.
Ketiga, Diskusi dan
Tanya Jawab. Dalam metode ini guru akan mendorong murid-murid untuk
berpartisipasi dalam diskusi dan tanya jawab. Mereka akan membangun pemahaman
tentang konsep-konsep agama melalui dialog dan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh murid-murid. Diskusi juga memberikan kesempatan bagi murid-murid
untuk mempertimbangkan berbagai sudut pandang dalam ajaran Islam dengan baik.
Keempat, Mengamati
dan Meniru. Anak-anak dalam Kuttab akan belajar dengan memperhatikan dengan
seksama apa yang dicontohkan oleh guru dalam praktik-praktik agama Islam
seperti praktek bersuci, shalat, berpuasa, berzikir, dan praktik keagamaan yang
lainnya. Hal itu untuk memastikan murid benar-benar memahami dan memperaktikkan
secara benar sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.
Kelima, Latihan dan
Penugasan. Guru akan memberikan latihan dan penugasan pada murid-murid untuk
menguji pemahaman dan keterampilannya. Misalnya mereka diberi tugas menyalin
ayat-ayat Alquran atau menulis doa-doa penting. Latihan-latihan tersebut
mebantu memperkuat pengetahuan dan keahlian para murid.
Itu tadi adalah
kuttab institusi pendidikan pertama dalam dunia Muslim yang menunjukkan
tingginya semangat belajar dan semangat untuk menuntut ilmu di era awal
peradaban muslim. Tentu menjadi PR bagi kita sebagai generasi muslim di zaman
modern untuk meningkatkan kembali kualitas keilmuan dan semangat untuk belajar
dan mencari ilmu guna memperkuat peradaban dunia muslim agar mencapai kembali
era kejayaannya.
*Penulis adalah Ketua Umum IMM Al-Farabi Periode 2020-2021 serta Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan Koorkom IMM UINSA Periode 2021-2022