Sekilas Tentang Buya Hamka
"Menjadi yang paling khawatir tentang umat di negeri ini, walau pernah dipenjara oleh negaranya sendiri"
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa kita kenal
dengan sebutan Buya Hamka, adalah seorang ulama yang berasal dari Sumatra Barat yang lahir pada 17 Februari 1908. Beliau adalah seorang
ulama nusantara sekaligus sastrawan dan penulis, yang sebagian dari kita
pasti juga mengetahui bahwa beliau adalah ulama nusantara yang bersahaja.
Buya Hamka sendiri telah
dididik oleh ayahnya sejak umur sepuluh tahun, sehingga sedari kecil beliau sudah memperdalam ilmu agama serta bahasa Arab. Adapun apa yang kita ketahui dari Buya Hamka dari sosoknya sebagai
penulis ialah salah satu bukunya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck.
Buya Hamka juga dikenal sebagai pengelana, yang mana pada
umurnya yang baru 16 tahun tepatnya di tahun 1924. beliau sudah mulai pergi
merantau ke Yogyakarta untuk belajar tentang pergerakan islam modern dan juga
politik. Di sana beliau bertemu dengan sejumlah tokoh seperti H. Fachrudin dan
H.O.S Tjokroaminoto untuk mempelajari gerakan sosial Muhammadiyah serta
pergerkan politik Islam.
Setelah lama
berada di Jawa, beliau pun kembali ke Padang Panjang tepatnya pada tahun 1925,
dengan membawa wawasan baru serta semangat tentang Islam yang dinamis. Sehingga
pada saat di Padang Panjang beliau pun dapat menerbitkan majalah pertamanya yang berjudul Khatibbul Ummah yang isinya adalah
kumpulan pidato yang ia dengarkan dari Majalah
Tabligh Muhammadiyah.
Beliau juga sudah memulai berceramah, sayangnya
ceramah-ceramah beliau masih dikritik oleh ayahnya yang berkata, "Pidato-pidato saja percuma, isilah pidatomu dengan pengetahuan dulu barulah
ada arti dan manfaatnya pidatomu."
Pada tahun 1927 beliau beranjak menuju mekkah untuk
memperdalam ilmu pengetahuan keagamaan dan pada saat itu pula beliau bertemu
dengan Agus Salim. Lelaki itu memberikan nasihat kepada Buya Hamka agar kembali
ke tanah air untuk mengembangkan ilmu yang ia dapat setelah beberapa lama di
tanah suci Mekkah.
Sekembalinya
dari tanah suci Mekkah, Buya Hamka dinikahkan oleh ayahnya dengan seorang gadis
bernama Siti Raham. Kemudian beliau bersama dengan pengurus Muhammadiyah
mendirikan sebuah sekolah yaitu Kuliiyatul-Muballigh. Setelah mendapat kesempatan menjadi da'i di Makassar beliau pun memimpin majalah Islami, yang mana melalui majalah islam itu karya-karya Buya Hamka
tercipta seperti Tassawuf Modern dan Falsafah Kehidupan.
Hingga pada tahun 1952 beliau diberikan kesempatan Untuk
berkunjung ke Amerika Serikat dari undangan yang
berasal dari Departemen Luar Negeri Amerika. Dari sini, beliau jadi sering berkunjung ke banyak negara, termasuk ke Mesir untuk mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa di Universitas Al-Azhar Cairo, serta mendapat gelar
yang sama di Universitas Kebangsaan Malaysia pada tahun1974 dan pada kesempatan
itu pula Perdana Menteri Malaysia
berkata bahwa, "Buya Hamka bukan hanya milik Indonesia namun juga
kebanggaan bangsa-bangsa Asia.”
Dalam dunia perpolitikan, Buya Hamka pernah dicalonkan oleh Muhammadiyah untuk mewakili Masyumi di Jawa tengah bubarnya Masyumi di tahun 1960. Buya Hamka memberikan dakwah Islam di dalam pergerakan politiknya. Beliau juga memusatkan kegiatan dakwah islamiyahnya dan menjadi Imam Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Jakarta.
Bersama K.H. Faqih Usman
beliau mengadakan kajian ba'da shubuh dan magrhib tentang kajian tafsir Quran,
dan membuat majalah tentang kebudayaan serta Ilmu pengetahuan Islam. Serta
kembali ke dunia pendidikan dengan menjadi dosen di Universitas Islam Jakarta
serta Universitas Muhammadiyah Padang Panjang.
Meskipun banyak buah karya dan juga ilmu pengetahuanya yang
disumbangkan untuk negerinya sendiri namun pada tahun 1964 beliau ditangkap
oleh aparat pemerintahan karena terkena fitnah yang menganggap beliau berusaha
untuk membunuh Soekarno. Dalam penjara beliau menyelesaikan Tafsir Al-Azhar 30 juz yang sangat
terkenal kemasyhurannya se-Asia.
Dan, beliau tidak pernah menyimpan dendam sama sekali terhadap Soekarno yang telah memenjarakan beliau. Hal ini dibuktikan dengan Buya Hamka yang bersedia menjadi imam sholat jenazah untuk Ir. Soekarno. Bahkan beliau memuji Soekarno yang telah membangun Masjid Istiqlal dan Masjid baitul Rahim di Istana Negara. Bagi Buya Hamka dipenjara selama dua tahun merupakan anugerah, karena dalam penjara itulah karya beliau tercipta.
Author: Naufal Anugerah (Sekbid RPK IMM KUF
2021-2022)
Editor: Fadhlur Rahman